Setrika

ironing3

Sehelai pakaian terbentang di lantai beralaskan selimut. Setrika disapukan di atasnya ketika suhu telah cukup panas. Baris demi baris kusut yang ada padanya mulai ditangani. Sementara itu ingatan mulai mengambang dan lari dari jalur semestinya. Semakin jauh ia pergi, semakin banyak luka itu kembali datang, meninggalkan rasa nyeri di hati. Sesuatu yang basah telah menumpuk di pelupuk mata, terkadang jatuh satu hingga dua tetes.

Di satu titik, ingatan tersebut memilih untuk mengambil jalur lain di suatu persimpangan. Pada percakapan yang terasa begitu panjang dan tiada henti, mencoba mencari suatu penyelesaian dari sesuatu yang mungkin tak pernah terencanakan sebelumnya. Berpikir hal-hal semacam ini dapat digunakan untuk menetralkan rasa nyeri yang pernah ada. Namun terdapat hal-hal di luar niat dan harapan, kenyataan bahwa secuil dari diri ini pernah merasakan bahagia karenanya.

Saat itulah yang ada di dalam pelupuk mata ini mulai mengering. Secara ajaib nyeri ini pun berangsur menghilang, berganti menjadi sebuah senyum yang mulai merekah, perayaan kecil atas kebahagiaan, atau bahkan kemenangan. Tumbuh rasa penerimaan terhadap hal-hal yang selama ini dibenci, menjadi suatu hal biasa yang pasti dilakukan semua orang. Disakiti dan menyakiti kini terasa begitu biasa. Tidak ada lagi diri yang terlalu naif percaya bahwa hal-hal sempurna tanpa cela terjadi. Tidak ada batas yang dapat digunakan untuk menilai seseorang cukup hina dengan perbuatannya.

Sisi belakang pakaian telah selesai disetrika. Waktunya melipat helaian pakaian ini dengan rapi dan menyimpannya bersama tumpukan pakaian lain di dalam lemari. Tidak pernah ada yang tahu bahwa satu dua tetes air mata ini pernah tumpah di atasnya. Tidak pernah ada yang tahu bahwa sapuan setrika yang terlalu panas yang telah mengeringkannya. Dan tidak ada yang pernah tahu seulas senyum pernah muncul saat melipatnya. Begitu saja terpajang  indah dengan suatu kisah yang telah menguap.

Leave a comment